Rabu, 16 Juli 2008

Usia

Kuperhatikan baik-baik gambarku. Lebih dekat lagi. Lebih detil lagi. Lebih teliti lagi. Lebih tajam. Lebih seksama. Lebih lama. Simpulan segera menyembul: aku tak muda lagi.
Ya, benar. Aku tersadar. Kuakui aku sudah tua. Usia kepala empat. Usia yang mestinya sudah mencapai kematangan. Dalam tradisi nubuwwah, kepala empat adalah usia kerasulan. Isyarat kedewasaan. Tanda kesepuhan. Ayat kesempurnaan spiritualitas, sejatinya.
Kuraba dada. Kuusap muka. Kutatap tanah. Kutertunduk malu. Pada usia kepala empat, aku masih merasa sok muda. Bahkan terkadang merasa remaja. Belum bisa bertindak dewasa. Masih suka kekanak-kanakan.
Sulit kusadari aku tak muda lagi. Padahal, isyarat ketuaan, dalam badan, sudah menggejala. Dahulu aku dekat membaca jauh buang air kecil. Kini aku jauh membaca, dekat buang air. Dahulu keras menunggu, kini kumenunggu keras (Huss...!). Gerakanku tak lagi gesit. Ingatanku tak lagi kuat. Pandangan tak lagi tajam, tapi tatapan masih liar. Pendengaran tak lagi peka, tapi masih enggan mendengar peringatan zaman.
Tua, meski belum uzur. Aku seharusnya merasa sudah tua, agar segera tanggalkan pakaian urakan dan tinggalkan hal-hal tak bermakna. Pada saat bersamaan, aku harus tetap merasa muda. Muda, untuk tetap giat berkarya.
Ya Allah Tuhanku, karuniakanlah kebermaknaan dan limpahkanlah keberkahan atas pendengaran, penglihatan, dan segenap potensi jasmaniahku, juga serba kekuatan ruhaniahku. Bagilah aku rasa takut dan takwa kepada-Mu. Wa ij'al al-hayah ziyadah fi kull khayr wa ij'al al-maut rahah min kull syarr. Amin ya Rabb al-'alamin.

Bandung
Dindin

2 komentar:

sahara mengatakan...

Subhanallah...aku tergugu dalam sebuah kesadaran, Dindin telah memperdengarkan lonceng peringatan nan indah didengar, dan syahdu dirasa, betapa diri ini memang sudah semakin senja, ibarat surya tak lagi garang memancar, tapi amalan rasanya masih laksana surya pagi, belum tampak kuat sinarnya membakar dosa-dosa yang terlau sarat menggelayut dipundak kehidupan. ya Allah ya ghaffar..beri kami kesempatan menunggu datangnya malam, menanti hadirnya bulan penuh, agar kami bisa memperbaiki kesalahan diri, menambah amalan, sehingga hidup yang hanya sekali dialam fana ini jadi bermakna..agar kelak dikehidupan yang abadi kami tak akan menyesali...

sahara mengatakan...

Zum,Bener Zum, di SAHARA, Dindin sudah mengingatkan kita betapa kita ternyata sudah tueeee! Kalau saya, sebenanrnya udah sadar "merasa tua" tapi gak sadar-sadar juga. Sedih rasanya. Ah,setua ini belum bisa apa-apa. Kadang merasa frustasi: apa sih yang dikerjakan dalam hidup ini, tiba-tiba saja kita sudah seperti pohon yang siap me-layu. Pingin rasanya dilahirkan kembali, mengulang hidup ini dari awal lagi.Trims Dindin.



FAUNY HIDAYAT

Lembaga Survei Indonesia (LSI),

Wisma Tugu Wahidhasyim, Jl Wahidhasyim 100, Menteng, Jakpus.

Telp.+62-21 3156373, Fax +62-21 3156473

HP. 0852 805 44402, 02193003024

Website: www.lsi.or.id

Email: faunyhidayat@yahoo.co.id, faunyhidayat@gmail.com