DO’A MASUK PARTAI
Oleh: Cecep Suhaeli
Lelaki itu bernama Hasan. Sudah seminggu ini ia berfikir keras untuk sebuah keputusan penting. Keputusan yang akan berpengaruh besar pada hidup dan aktifitasnya. Bagi kebanyakan orang langkah mengubah nasib seperti ini sebetulnya biasa-biasa saja, karena banyak orang yang telah melakukannya dan berhasil, tapi ada juga yang gagal dan kemudian stress. Dia sendiri secara pribadi merasa sudah bulat dan menyatakan setuju untuk maju. Hanya saja setelah kedua orang tuanya tiada, ada orang yang mesti dimintai do’a restunya setiap kali ia membuat keputusan penting. Yakni seorang kyai yang telah lama menjadi guru spiritualnya. Kyai ini luar biasa kharismatik dan sangat disegani terutama oleh masyarakat sekitarnya. Maka sebagai santrinya, kurang afdhol rasanya kalau mau melakukan sesuatu yang besar dan penting tanpa terlebih dahulu minta petunjuk dan do’a restu dari kyai ini. Seperti dulu ketika ia hendak memulai berumah tangga, atau seperti beberapa tahun silam ketika ia memutuskan untuk menjadi guru ngaji di negeri jiran Malaysia, ia tidak lupa minta pendapat dan restu kyai terlebih dahulu.Tapi untuk urusan yang satu ini, kenapa ia ragu menceritakannya pada kyai, padahal restu kyai merupakan gerbang akhir yang mau tidak mau harus dilewati apabila tidak ingin mendapat stempel ‘kwalat’. Dia ragu apakah kyai akan bangga dan merestui rencananya atau malah sebaliknya.“ah..nekad sajalah, apa boleh buat aku harus menemuinya” katanya dalam hati. Maka setelah berjamaah solat subuh ia menunggu kyai menyelesaikan wiridnya, dan begitu keluar dari masjid langsung saja ia menyusul ke rumahnya. Sesampainya di depan rumah Kyai, ia mengetuk pintu sambil mengucap salam:“ Assalamu ‘alaikum”“Wa’alaikum salam .....Hem..... kamu toh San? Silahkan duduk! Ada apa? “ Seperti biasa kyai selalu bertanya lebih dulu“e..begini ustadz...e..saya....”Hasan tampak ragu untuk menyampaikannya, padahal sang kyai ini telah lama menganggapnya sebagai anak sendiri.“ngomong saja terus terang.... ada masalah apa? ribut sama istrimu?”
“Bu...bukan Ustazd.... eu...saya....”“Atau dengan mertuamu?”“He he...bukan”“Terus apa? Gak punya beras? Bilang saja ke ibu....sana di dapur”
Susah sekali hasan mengatakan maksudnya sampai akhirnya dengan gagap iya bicara “Bukan, ustadz.... saya ke sini mau mohon do’a restu dari ustazd....”“Memangnya mau kemana?” dengan seriusnya kiyai itu bertanya. Karena biasanya kalau santrinya ini sudah mohon do”a restu artinya ia mau mengembara keluar kota atau keluar negeri. “saya diajak oleh ketua dari salah satu partai....”“diajak kemana?” kiyai terus mendesak“diajak menjadi pengurus partai sekaligus calon anggota DPRD nomor satu dari partai itu di daerah pemilihan tempat saya tinggal”“Oo….Terus....?”“Saya sudah menyanggupi dan sedang mengurus beberapa persyaratan administrasinya, ustadz….. jadi saya mohon do’a restu dari ustadz”
Sejenak sang kyai terdiam seperti sedang berfikir, namun bagi Hasan sikap Kyai itu cukup membuat jantungnya berdegup kencang...ia semakin ragu untuk direstui. Hasan Nampak kurang percaya diri. “em...tapi kalau ustadz tidak berkenan atau ada nasehat buat saya....”
Mendengar kalimat pesimis dari santrinya, kyai langsung memotong:“masalahnya bukan berkenan atau tidak.... yang kamu inginkan dari saya itu kan DO’A RESTU, untuk Restu sih saya pasti merestui, tapi DO’A ? kenapa kamu tidak berdo’a sendiri?”Hasan tersenyum.lega rasanya ia telah berhasil menyampaikan maksudnya. Lebih lega lagi karena Ia merasa dapat lampu hijau. Buktinya kyai ini malah bercanda “ya ustadz.... setiap setelah sholat, saya senantiasa berdo’a. Tadi juga sehabis sholat subuh, saya berdo’a.”“Memang kamu tahu do’a masuk partai?”Seketika Hasan terdiam....tak mengira kalau kyai akan bertanya seperti itu. dia baru dengar ada do’a masuk partai “he.. belum ustadz.... maaf.... apa ada do’a masuk partai ustadz...”“Ya ada!! kamu ini gimana.....doa mau tidur, mau makan, mau perjalanan saja ada, apa lagi masuk partai”“Maaf ustadz...saya baru dengar. emm....do’anya bagaimana ustadz? kalau boleh, saya mau mencatatnya”“Ah..gak perlu dicatat, toh sebenarnya kamu sudah hafal. Cuma kamu kurang kreatif mengamalkannya. Coba kamu dengar! Ingat gak do’a ini”
Kemudian kyai membacakan sebuah do’a singkat yang sudah tidak asing lagi di telinga Hasan. Spontan Hasan kaget mendengarnya“Lho...ustadz......itu bukannya do’a mau ke kamar kecil? ya... itukan untuk masuk WC..!???”“Memang kenapa? apakah pisau dapur hanya untuk ngiris bawang dan sayur? apa tidak boleh dipakai motong tali, mangkas rumput, motong kertas, ngerik lumut di dinding.....heh? Apakah buku tulis hanya untuk menulis? apakah tidak boleh menjadi kipas angin, menjadi bantal, menjadi bungkus kacang...heh?”“I.. iya ustadz... tapi WC dengan Partai, apa hubungannya? nanti dikira melecehkan partai...”“Yang mengira seperti itu, orang yang tidak ngerti atau goblok seperti kamu. Ini sama sekali bukan pelecehan. Coba menurutmu apakah WC, kamar kecil, kamar mandi itu hina? apakah tidak penting bagi kehidupan? Kalau begitu kenapa WC dan kamar mandi itu justru menjadi prioritas petimbangan kamu ketika kamu milih rumah kontrakan...heh? ngerti gak?”“Iya ustadz...”“Begitupun PARTAI. Para investor asing ketika mau menanam saham di negeri kita, sama dengan kamu memilih rumah kontrakan. Keadaan partai-partai politik di sini menjadi bagian penting untuk mereka jadikan bahan pertimbangan. Mereka akan menunda investasinya apabila partai-partai dan para elitnya tidak beres”“Iya,.....maaf ustadz... do’a itu maksudnya gimana?”“Begini lho san.... Do’a itu mengajarkan kita untuk berlindung kepada-Nya agar terhindar dari segala macam kotoran. Nah WC itu ada yang bersih ada yang kotor. tapi sebersih-bersihnya WC ya tetap kotor kan? Percaya gak?”“emm..i..iya....percaya ustadz....”“Ya kalau gak percaya, coba saja kamu cari WC yang paling bersih, lalu kamu makan siang di situ. Mau gak?”
Hasan geleng-geleng kepala sambil tersenyum...sementara kyai melanjutkan pembicaraannya “Tapi ingat se-kotor-kotornya WC tetap diperlukan dalam rumah kita. Jadi bersih atau Kotor sebuah WC, agama mengajarkan agar kita berdo’a dulu sebelum memasukinya”“Iya....ustadz...”“Nah, begitupun partai, ada yang kotor ada yang bersih. Tapi sebersih-bersihnya Partai ya tetap kotor dan se-kotor-kotornya Partai tetap diperlukan dalam Negara kita ini. Setidaknya menurut konstitusi. Keduanya juga sama-sama tempat membuang hajat dan tempat membersihkan raga kita setelah membuang hajat. WC tempat buang hajat, Partai juga tempat membuang hajat politik. Jadi saya meng-kiyaskan Partai dengan WC itu, ya seperti itu. Terlepas kamu menilai bersih atau kotor partaimu itu, pokoknya kamu harus berdo’a dulu sebelum memasukinya. Kamu berkewajiban juga untuk menjaga kebersihannya”
“Iya ustadz....??”“ Nah….Agar WC selalu bersih, mutlak di dalamnya harus tersedia air. Karena air merupakan alat bersuci (thoharoh) yang paling utama. WC akan cepat kotor dan bau kalau air tidak tersedia di situ”“Iya ustadz”
“Lalu untuk menjaga kebersihan partai tentu hati dan akal sehat anggotanya harus tersedia di situ. Kalau tidak, Partai akan cepat kotor dan bau” Hasan hanya menyambutnya dengan iya dan iya, sejak beralih ke urusan WC Hasan memang mulai tegang lagi, ia semakin grogi. Lalu Hasan asal ceplos saja bertanya, maksudnya biar tidak kelihatan nerves “Untuk menghilangkan bau kan bisa pakai parfum....ustadz?”“ Wah, kamu jangan terjebak hanya menghilangkan BAU. Itu salah besar!! Kamu harus tahu bahwa BAU, kecoak, busuk, lalat, nyamuk, itu semua adalah utusan Tuhan untuk mengabarkan kepada manusia bahwa benda yang ada dihadapanmu itu sebenarnya KOTOR. Kenapa sang pemberi kabar penting itu justru kamu bunuh? Kita ini sering terbiasa menyelesikan masalah secara instan, selalu saja yang diselesaikan bukan akarnya. Pengemis, anak jalanan, pelacur, kaki lima diciduk dan ditertibkan hanya untuk tidak mengotori kota tanpa diselesaikan masalahnya. Baru-baru ini seorang pengusaha kaya yang terlanjur menikahi anak dibawah umur, malah disuruh mengembalikan kepada orang tuanya, tanpa dipertimbangkan status janda anak itu, masa depannya, respon sosialnya......e..maaf, saya sudah bicara jauh ya....”“Gak apa ustadz....itu juga pengetahuan penting buat saya. Lalu.. apa yang mesti saya lakukan, Ustadz?”Ya...setelah buang hajat, kamu harus cebok. Pakai air bersih. Bukan pakai parfum atau diodorant. Kalau pun pakai sabun bukan supaya wangi, tapi supaya lebih bersih”“Maaf....maksud saya di dalam Partai nanti, apa yang mesti saya lakukan? Ustadz...?”“Ah..kamu ini.... ya tetap jangan lupa ‘Cebok’ dan pakai air bersih bukan pakai parfum. Artinya pakai HATI dan AKAL SEHAT bukan pakai spanduk gombal dan pidato politik. Kamu lihat saat ini, opini public atau pandangan kebanyakan orang kepada partai begitu miring. Hal itu karena para elit partai sering lupa ‘cebok’ setelah membuang hajat politiknya, tidak pernah bersih-bersih. Sehingga aroma tak sedap di dalam partainya sering terbawa ke ranah public dan mengganggu serta mengotori aktifitas lain yang mestinya tidak harus berbau politik. Lihat saja...hukum berbau politik, ekonomi berbau politik, pendidikan berbau politik, lingkungan berbau politik, agama berbau politik,.....kacau kan?”“Iya ustadz....”“Apa lagi agama...dari mulai bulletin Jum’at, khutbah jum’at, spanduk romadhon dan hari raya, zakat, qurban, haji.....kalau semua beraroma politik, bagai mana ini... untung saja yang menilai bukan manusia....”“Ya... benar....ustadz..”“Bukan iya iya......Kamu sendiri masuk partai mau apa?“ euh…Insya allah saya mau berjuang untuk keadalian, kesejahteraan masyarakat, dan juga perkembangan agama, ustadz...”“Ya salah jalan dong...kenapa harus masuk partai. Orang masuk partai itu hanya punya dua tujuan; HARTA atau JABATAN. Kalau tujuannya seperti kamu, kenapa gak jadi DKM atau RT saja.....atau mengabdi di Pesantren“Maaf ustadz... bukankah ustadz bilang bahwa pisau dapur tidak harus berfungsi untuk ngiris bawang dan sayuran saja....”“O..gitu toh....??? ya syukurlah kalau kamu sudah ngerti”
Hasan yang duduknya sudah mulai berubah-rubah, ia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10.30. Tidak terasa, cukup lama juga ia berbincang-bincang dengan Kyai. Sebenarnya ia sudah harus keluar dari rumah kyai karena beberapa persyaratan administrasi calon legeslatif harus diselesaikan hari ini. Tapi seperti juga sulit memulai, ia juga bingung mengakhiri. Nampaknya Kyai ini cukup memahami kegelisahan Hasan. Ia sangat mengerti bahasa tubuh santrinya, lalu kyai bertanya: “Besok kan terakhir pendaftaran ya....? kamu sudah siap ??”“Belum Ustadz....Em...maaf ustadz saya sekalian permisi saja, masih ada beberapa yang harus diselesaikan hari ini. terimakasih atas nasehat dan restunya”.“Ya sudah... hati-hati! Jangan Lupa do’a tadi..............”“Baik, Ustadz.... Assalamu’alaikum”“Wa’alaikum Wasalam”
Setelah pamitan, Hasan keluar dari ruang tamu kyai. Hatinya semakin berkecamuk, di satu sisi dia layak bahagia karena ambisinya direstui kyai, tapi di sisi lain, nasehat kyai sulit juga dilupakan. Bandung, 2008
Oleh: Cecep Suhaeli
Lelaki itu bernama Hasan. Sudah seminggu ini ia berfikir keras untuk sebuah keputusan penting. Keputusan yang akan berpengaruh besar pada hidup dan aktifitasnya. Bagi kebanyakan orang langkah mengubah nasib seperti ini sebetulnya biasa-biasa saja, karena banyak orang yang telah melakukannya dan berhasil, tapi ada juga yang gagal dan kemudian stress. Dia sendiri secara pribadi merasa sudah bulat dan menyatakan setuju untuk maju. Hanya saja setelah kedua orang tuanya tiada, ada orang yang mesti dimintai do’a restunya setiap kali ia membuat keputusan penting. Yakni seorang kyai yang telah lama menjadi guru spiritualnya. Kyai ini luar biasa kharismatik dan sangat disegani terutama oleh masyarakat sekitarnya. Maka sebagai santrinya, kurang afdhol rasanya kalau mau melakukan sesuatu yang besar dan penting tanpa terlebih dahulu minta petunjuk dan do’a restu dari kyai ini. Seperti dulu ketika ia hendak memulai berumah tangga, atau seperti beberapa tahun silam ketika ia memutuskan untuk menjadi guru ngaji di negeri jiran Malaysia, ia tidak lupa minta pendapat dan restu kyai terlebih dahulu.Tapi untuk urusan yang satu ini, kenapa ia ragu menceritakannya pada kyai, padahal restu kyai merupakan gerbang akhir yang mau tidak mau harus dilewati apabila tidak ingin mendapat stempel ‘kwalat’. Dia ragu apakah kyai akan bangga dan merestui rencananya atau malah sebaliknya.“ah..nekad sajalah, apa boleh buat aku harus menemuinya” katanya dalam hati. Maka setelah berjamaah solat subuh ia menunggu kyai menyelesaikan wiridnya, dan begitu keluar dari masjid langsung saja ia menyusul ke rumahnya. Sesampainya di depan rumah Kyai, ia mengetuk pintu sambil mengucap salam:“ Assalamu ‘alaikum”“Wa’alaikum salam .....Hem..... kamu toh San? Silahkan duduk! Ada apa? “ Seperti biasa kyai selalu bertanya lebih dulu“e..begini ustadz...e..saya....”Hasan tampak ragu untuk menyampaikannya, padahal sang kyai ini telah lama menganggapnya sebagai anak sendiri.“ngomong saja terus terang.... ada masalah apa? ribut sama istrimu?”
“Bu...bukan Ustazd.... eu...saya....”“Atau dengan mertuamu?”“He he...bukan”“Terus apa? Gak punya beras? Bilang saja ke ibu....sana di dapur”
Susah sekali hasan mengatakan maksudnya sampai akhirnya dengan gagap iya bicara “Bukan, ustadz.... saya ke sini mau mohon do’a restu dari ustazd....”“Memangnya mau kemana?” dengan seriusnya kiyai itu bertanya. Karena biasanya kalau santrinya ini sudah mohon do”a restu artinya ia mau mengembara keluar kota atau keluar negeri. “saya diajak oleh ketua dari salah satu partai....”“diajak kemana?” kiyai terus mendesak“diajak menjadi pengurus partai sekaligus calon anggota DPRD nomor satu dari partai itu di daerah pemilihan tempat saya tinggal”“Oo….Terus....?”“Saya sudah menyanggupi dan sedang mengurus beberapa persyaratan administrasinya, ustadz….. jadi saya mohon do’a restu dari ustadz”
Sejenak sang kyai terdiam seperti sedang berfikir, namun bagi Hasan sikap Kyai itu cukup membuat jantungnya berdegup kencang...ia semakin ragu untuk direstui. Hasan Nampak kurang percaya diri. “em...tapi kalau ustadz tidak berkenan atau ada nasehat buat saya....”
Mendengar kalimat pesimis dari santrinya, kyai langsung memotong:“masalahnya bukan berkenan atau tidak.... yang kamu inginkan dari saya itu kan DO’A RESTU, untuk Restu sih saya pasti merestui, tapi DO’A ? kenapa kamu tidak berdo’a sendiri?”Hasan tersenyum.lega rasanya ia telah berhasil menyampaikan maksudnya. Lebih lega lagi karena Ia merasa dapat lampu hijau. Buktinya kyai ini malah bercanda “ya ustadz.... setiap setelah sholat, saya senantiasa berdo’a. Tadi juga sehabis sholat subuh, saya berdo’a.”“Memang kamu tahu do’a masuk partai?”Seketika Hasan terdiam....tak mengira kalau kyai akan bertanya seperti itu. dia baru dengar ada do’a masuk partai “he.. belum ustadz.... maaf.... apa ada do’a masuk partai ustadz...”“Ya ada!! kamu ini gimana.....doa mau tidur, mau makan, mau perjalanan saja ada, apa lagi masuk partai”“Maaf ustadz...saya baru dengar. emm....do’anya bagaimana ustadz? kalau boleh, saya mau mencatatnya”“Ah..gak perlu dicatat, toh sebenarnya kamu sudah hafal. Cuma kamu kurang kreatif mengamalkannya. Coba kamu dengar! Ingat gak do’a ini”
Kemudian kyai membacakan sebuah do’a singkat yang sudah tidak asing lagi di telinga Hasan. Spontan Hasan kaget mendengarnya“Lho...ustadz......itu bukannya do’a mau ke kamar kecil? ya... itukan untuk masuk WC..!???”“Memang kenapa? apakah pisau dapur hanya untuk ngiris bawang dan sayur? apa tidak boleh dipakai motong tali, mangkas rumput, motong kertas, ngerik lumut di dinding.....heh? Apakah buku tulis hanya untuk menulis? apakah tidak boleh menjadi kipas angin, menjadi bantal, menjadi bungkus kacang...heh?”“I.. iya ustadz... tapi WC dengan Partai, apa hubungannya? nanti dikira melecehkan partai...”“Yang mengira seperti itu, orang yang tidak ngerti atau goblok seperti kamu. Ini sama sekali bukan pelecehan. Coba menurutmu apakah WC, kamar kecil, kamar mandi itu hina? apakah tidak penting bagi kehidupan? Kalau begitu kenapa WC dan kamar mandi itu justru menjadi prioritas petimbangan kamu ketika kamu milih rumah kontrakan...heh? ngerti gak?”“Iya ustadz...”“Begitupun PARTAI. Para investor asing ketika mau menanam saham di negeri kita, sama dengan kamu memilih rumah kontrakan. Keadaan partai-partai politik di sini menjadi bagian penting untuk mereka jadikan bahan pertimbangan. Mereka akan menunda investasinya apabila partai-partai dan para elitnya tidak beres”“Iya,.....maaf ustadz... do’a itu maksudnya gimana?”“Begini lho san.... Do’a itu mengajarkan kita untuk berlindung kepada-Nya agar terhindar dari segala macam kotoran. Nah WC itu ada yang bersih ada yang kotor. tapi sebersih-bersihnya WC ya tetap kotor kan? Percaya gak?”“emm..i..iya....percaya ustadz....”“Ya kalau gak percaya, coba saja kamu cari WC yang paling bersih, lalu kamu makan siang di situ. Mau gak?”
Hasan geleng-geleng kepala sambil tersenyum...sementara kyai melanjutkan pembicaraannya “Tapi ingat se-kotor-kotornya WC tetap diperlukan dalam rumah kita. Jadi bersih atau Kotor sebuah WC, agama mengajarkan agar kita berdo’a dulu sebelum memasukinya”“Iya....ustadz...”“Nah, begitupun partai, ada yang kotor ada yang bersih. Tapi sebersih-bersihnya Partai ya tetap kotor dan se-kotor-kotornya Partai tetap diperlukan dalam Negara kita ini. Setidaknya menurut konstitusi. Keduanya juga sama-sama tempat membuang hajat dan tempat membersihkan raga kita setelah membuang hajat. WC tempat buang hajat, Partai juga tempat membuang hajat politik. Jadi saya meng-kiyaskan Partai dengan WC itu, ya seperti itu. Terlepas kamu menilai bersih atau kotor partaimu itu, pokoknya kamu harus berdo’a dulu sebelum memasukinya. Kamu berkewajiban juga untuk menjaga kebersihannya”
“Iya ustadz....??”“ Nah….Agar WC selalu bersih, mutlak di dalamnya harus tersedia air. Karena air merupakan alat bersuci (thoharoh) yang paling utama. WC akan cepat kotor dan bau kalau air tidak tersedia di situ”“Iya ustadz”
“Lalu untuk menjaga kebersihan partai tentu hati dan akal sehat anggotanya harus tersedia di situ. Kalau tidak, Partai akan cepat kotor dan bau” Hasan hanya menyambutnya dengan iya dan iya, sejak beralih ke urusan WC Hasan memang mulai tegang lagi, ia semakin grogi. Lalu Hasan asal ceplos saja bertanya, maksudnya biar tidak kelihatan nerves “Untuk menghilangkan bau kan bisa pakai parfum....ustadz?”“ Wah, kamu jangan terjebak hanya menghilangkan BAU. Itu salah besar!! Kamu harus tahu bahwa BAU, kecoak, busuk, lalat, nyamuk, itu semua adalah utusan Tuhan untuk mengabarkan kepada manusia bahwa benda yang ada dihadapanmu itu sebenarnya KOTOR. Kenapa sang pemberi kabar penting itu justru kamu bunuh? Kita ini sering terbiasa menyelesikan masalah secara instan, selalu saja yang diselesaikan bukan akarnya. Pengemis, anak jalanan, pelacur, kaki lima diciduk dan ditertibkan hanya untuk tidak mengotori kota tanpa diselesaikan masalahnya. Baru-baru ini seorang pengusaha kaya yang terlanjur menikahi anak dibawah umur, malah disuruh mengembalikan kepada orang tuanya, tanpa dipertimbangkan status janda anak itu, masa depannya, respon sosialnya......e..maaf, saya sudah bicara jauh ya....”“Gak apa ustadz....itu juga pengetahuan penting buat saya. Lalu.. apa yang mesti saya lakukan, Ustadz?”Ya...setelah buang hajat, kamu harus cebok. Pakai air bersih. Bukan pakai parfum atau diodorant. Kalau pun pakai sabun bukan supaya wangi, tapi supaya lebih bersih”“Maaf....maksud saya di dalam Partai nanti, apa yang mesti saya lakukan? Ustadz...?”“Ah..kamu ini.... ya tetap jangan lupa ‘Cebok’ dan pakai air bersih bukan pakai parfum. Artinya pakai HATI dan AKAL SEHAT bukan pakai spanduk gombal dan pidato politik. Kamu lihat saat ini, opini public atau pandangan kebanyakan orang kepada partai begitu miring. Hal itu karena para elit partai sering lupa ‘cebok’ setelah membuang hajat politiknya, tidak pernah bersih-bersih. Sehingga aroma tak sedap di dalam partainya sering terbawa ke ranah public dan mengganggu serta mengotori aktifitas lain yang mestinya tidak harus berbau politik. Lihat saja...hukum berbau politik, ekonomi berbau politik, pendidikan berbau politik, lingkungan berbau politik, agama berbau politik,.....kacau kan?”“Iya ustadz....”“Apa lagi agama...dari mulai bulletin Jum’at, khutbah jum’at, spanduk romadhon dan hari raya, zakat, qurban, haji.....kalau semua beraroma politik, bagai mana ini... untung saja yang menilai bukan manusia....”“Ya... benar....ustadz..”“Bukan iya iya......Kamu sendiri masuk partai mau apa?“ euh…Insya allah saya mau berjuang untuk keadalian, kesejahteraan masyarakat, dan juga perkembangan agama, ustadz...”“Ya salah jalan dong...kenapa harus masuk partai. Orang masuk partai itu hanya punya dua tujuan; HARTA atau JABATAN. Kalau tujuannya seperti kamu, kenapa gak jadi DKM atau RT saja.....atau mengabdi di Pesantren“Maaf ustadz... bukankah ustadz bilang bahwa pisau dapur tidak harus berfungsi untuk ngiris bawang dan sayuran saja....”“O..gitu toh....??? ya syukurlah kalau kamu sudah ngerti”
Hasan yang duduknya sudah mulai berubah-rubah, ia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10.30. Tidak terasa, cukup lama juga ia berbincang-bincang dengan Kyai. Sebenarnya ia sudah harus keluar dari rumah kyai karena beberapa persyaratan administrasi calon legeslatif harus diselesaikan hari ini. Tapi seperti juga sulit memulai, ia juga bingung mengakhiri. Nampaknya Kyai ini cukup memahami kegelisahan Hasan. Ia sangat mengerti bahasa tubuh santrinya, lalu kyai bertanya: “Besok kan terakhir pendaftaran ya....? kamu sudah siap ??”“Belum Ustadz....Em...maaf ustadz saya sekalian permisi saja, masih ada beberapa yang harus diselesaikan hari ini. terimakasih atas nasehat dan restunya”.“Ya sudah... hati-hati! Jangan Lupa do’a tadi..............”“Baik, Ustadz.... Assalamu’alaikum”“Wa’alaikum Wasalam”
Setelah pamitan, Hasan keluar dari ruang tamu kyai. Hatinya semakin berkecamuk, di satu sisi dia layak bahagia karena ambisinya direstui kyai, tapi di sisi lain, nasehat kyai sulit juga dilupakan. Bandung, 2008
1 komentar:
pak cecep...
aku merasa berhutang jika tak segera memposting tulisan ini, tapi untuk mengetik ulang belum sempat, sementara ini dulu ya, nanti pasti aku janji untuk mengedit lebih bagus lagi...maklum kerjaan sedang sedikit menumpuk, laksana cucian....
tapi, suerrrrrr hebat n ruarrrrrr biasa...
terus berkarya....
Posting Komentar