Sejenak mari kita merenung, kita tundukkan kepala dengan penuh kerendahan hati, kita rehatkan semua sendi dari raga kita akan aktifitas duniawi, Untuk sejenak bersama-sama tafakkur dan merenungi salah satu ayat Allah, diantara ribuan tanda2 kebesaran Allah yang ada. Agar kita semakin menyadari keberadaan diri kita yang bukan siapa-siapa dan tidak ada apa-apanya dibanding kebesaranNya.
Untaian kata ini, sebetulnya adalah sebuah nasehat untuk diri saya, suatu usaha intropeksi dan peringatan yang begitu saya sadari, berlumur banyak dosa dan kekhilafan. Semoga perenungan ini menjadi sebuah relaksasi yang akan membuat sebuah kesadaran dan langkah untuk menuju kebaikan, amin.
Tiada kata puja, patut tercurah, kecuali pada Dzat sang pemilik segala. Dzat yang memimpin seluruh jiwa tunduk dalam aturanNYA. Zat yang merajai alam semesta, dzat yang mampu menggerakkan angin berdesir sepoi memikat, atau mengubahnya menjadi garang menyapu seluruh isi bumi yang ada dan melumatkan menjadi serpih tak bersisa. Dzat dimana seluruh jiwa menghamba, tunduk patuh pada keagnganNYA, kecuali bagi mereka yang ingkar dan lalai dari mana dia berasal dan kemana pula kelak jiwa berpulang.
Yang selalu pula harus kita ingat pada setiap saat kata berucap, adalah sholawat, semoga senantiasa mengalir deras tercurah, pada junjungan kita, Nabi pembawa berita gembira, pemimpin berhati lembut dan berakhlaq qur’any. Penerang dalam gelap nan pekat, pemilik segala syafaat, pada hari dimana tak ada lagi pertolongan kecuali Allah dan RasulNYA semata, yaitu baginda Nabi agung Muhammad S.a.w
Begitu rapinya Allah mengatur waktu bagi kita, alangkah indahnya hidup ini dalam perhitungan Allah. Setiap hari rutin 24 jam. Sejak terbukanya mata setelah sejenak kita dimatikan diwaktu malam. Masa berlalu begitu cepat, terlalu banyak pula yang ingin kita kejar tanpa disadari, banyak pula yang terabaikan.
Saya, atau mungkin kita, sering terlena dibuai oleh banyaknya tawaran kehidupan yang begitu indah menawan.
Dalam kesombongan saya sebagai manusia, saya sering lalai dan mengabaikan akan datangnya suatu masa. Yaitu masa dimana akan datang ‘tamu’ yang hadirnya tak pernah mengetuk pintu, atau menyampaikan dahulu khabar kedatangannya. Tamu yang tak pernah memilih siapa-siapa dahulu yang akan dikunjunginya. Tamu yang mampu memutus jalan kehidupan yang penuh kerlap-kerlip gemerlap, mendadak gelap, sepi dan mencekam. Tamu yang bisa mengubah tawa ceria menjadi tangis pilu menyayat kalbu Dan tamu itu tak lain adalah malaikat Izroil, yang didelegasikan Allah untuk mengakhiri kontrak hidup kita didunia. Dengan perintah Allah, malaikat maut bisa tamatkan cita-cita manusia yang memiliki sejuta impian yang hebat, menjadi kandas tak berbekas hanya dengan maut. Maut pula yang akan menukar manusia dari dunia indahnya, penuh kawan setia, pembantu dan pegawai yang berdedikasi tinggi padanya, menuju ruang sempit, sunyi, gelap dan menakutkan dan semua meninggalkannya sendiri. Dalam penantian penuh cemas akan datangnya munkar dan nakir menjumpai dan menanyakan seluruh amalan.
Oleh karenanya, sebelum kita terlupa, pada hari yang pasti datangnya, juga tamu yang tak bisa kita tolak kehadirannya yaitu ‘maut’ maka sebelum nyawa berakhir dipenghujung kehidupan, marilah kita perbaiki diri.
- Sekiranya kita merasa diri ini jauh dari Allah, mari kita dekati, karena Allah akan membalasnya dengan berlari andai kita hanya mampu berjalan kearah NYA.
- Sekiranya kita merasa diri ini lalai dari Allah, mari kita mulai ingat, karena dengan mengingatlah hati menjadi tenang dan damai, bila kita selalu dirundung gundah dan gulana.
- Sekiranya diri kita merasa kotor dengan dosa dan kekhilafan, mari kita bertaubat, kita basuh dan sucikan diri dengan amalan-amalan kebaikan.
Jangan biarkan Izroil datang mendahului kita yang baru memiliki keinginan, sementara maut datang lebih awal sebelum kita sempat mewujudkannya. Karena tidak ada pertobatan setelah ajal menjelang, segalanya terputus tak bersisa kecuali 3 perkara yang kita pernah punya, amal/sodaqoh kita, ilmu yang bermanfaat yang diamalkannya serta doa anak sholeh kita.
Barangkali waktu kita tidak banyak, walau kita harus optimis memohon pada sang pemilik jiwa, Allah azza wajalla agar kesempatan kita didunia ini ditambah, usia kita dipanjangkan, sehingga kita bisa mengukirnya dengan pahatan-pahatan amal saleh dan kebaikan.
Kesempatan yang ada ini, mari kita gunakan untuk melakukan upaya penyembuhan manakala hati kita ada yang sakit.
Sebagaimana kita selalu mengupayakan kesembuhan, saat fisik kita mengalamai gangguan penyakit. Kemana pun tempat kita datangi, berapa banyak uang keluar, kita tak peduli, demi obat dan kesembuhan diri. Padahal penyakit fisik hanya memberi efek dan pengaruh pada orang itu saja atau 1 orang saja, atau kalaupun menular hanya pada segelintir orang. Sementara penyakit hati, begitu mudah menular dan menjalar bagai endemi, yang bisa melumpuhkan seluruh sendi-sendi kehidupan, baik keluarga, masyarakat bahkan bangsa. Ketaatan pada Allah ta’ala merupakan satu-satunya tindakan pencegahan, untuk menjaga kesehatan hati kita, insyaallah.
Mari kita persembahkan sisa umur dan hidup kita untuk segala yang terbaik menurut Allah. Sedang untuk itu hanya butuh satu tekad dan sejumlah sikap istiqomah. Sebab intisari dari kedua hal itu akan membuahkan hasil yang terbaik untuk dunia dan akhira..
Kematian adalah sebuah kenyataan yang tak seorangpun bisa mengelaknya atau menghalangi datangnya, serta tak ada cara apapun untuk menghindar dan melewatinya.
Karena dalam firmanNYA dalam surat Al-anbiyaa 34-35 Allah tegas mengatakan :
“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad) maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal ?
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan(yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada KAMI lah kamu dikembalikan”
Tak seorangpun tahu, dimanapun tempat kembalinya yang abadi. Adakah syurga nan elok mempesona atau neraka yang panasnya tak ada perumpamaan yang bisa untuk menyamakannya.
Hidup didunia ini, sangat fana dan sementara, maka tidak semestinya kita pertaruhkan seluruh jiwa raga kita untuk mereguk kesenangannya, sebab pasti segalanya akan berakhir.
Ya Allah,
Yang maha pengampun, kami datang padamu dengan setulus permohonan dan sesungguh-sungguhnya permintaan, kami ingin hidup kami berubah, gantikan segala keburukan menjadi kebaikan dalam pandanganMU.
Ya Allah,
Panjangkan umur kami dengan kemanfaatan, dan jadikan jalan yang kami lalui adalah jalan jihad penuh ridloMU,
Ya Allah, ampuni ibu, bapak kami atas segala dosa-dosa kami dan selamatkan dari panasnya api neraka dan sayangi keduanya, sebagaimana keduanya menyayangi kami disaat kami belia.
Ya Allah, bila tiba saatnya kau sudahi kesempatan kami menatap dunia dan kehidupan, ambilah nyawa kami dengan khusnul khotimah.
Ya Allah,
Terimalah munajat kami, walau kami penuh dosa tak berbilang, namun pada siapa kami meminta ampunan, kecuali kau zat yang maha menerima taubat,
Rabbanaa laa tujigh quluubanaa ba’da id hadaitanaa wahamilnaa min ladunka rahmatan.
Maaf atas segala khilaf, dan terpelesetnya lidah, semata apa yang saya sampaikan adalah sebuah koreksi diri, peringatan diri, semoga langkah kedepan jauh lebih indah dimata ALLAH, amin.
(tulisan ini, disampaikan dalam rangka kajian pada Ramadhan 1429 H, didepan komunitas dimana penulis bekerja)
Al-Faqiir
Z.Trihastuti
Untaian kata ini, sebetulnya adalah sebuah nasehat untuk diri saya, suatu usaha intropeksi dan peringatan yang begitu saya sadari, berlumur banyak dosa dan kekhilafan. Semoga perenungan ini menjadi sebuah relaksasi yang akan membuat sebuah kesadaran dan langkah untuk menuju kebaikan, amin.
Tiada kata puja, patut tercurah, kecuali pada Dzat sang pemilik segala. Dzat yang memimpin seluruh jiwa tunduk dalam aturanNYA. Zat yang merajai alam semesta, dzat yang mampu menggerakkan angin berdesir sepoi memikat, atau mengubahnya menjadi garang menyapu seluruh isi bumi yang ada dan melumatkan menjadi serpih tak bersisa. Dzat dimana seluruh jiwa menghamba, tunduk patuh pada keagnganNYA, kecuali bagi mereka yang ingkar dan lalai dari mana dia berasal dan kemana pula kelak jiwa berpulang.
Yang selalu pula harus kita ingat pada setiap saat kata berucap, adalah sholawat, semoga senantiasa mengalir deras tercurah, pada junjungan kita, Nabi pembawa berita gembira, pemimpin berhati lembut dan berakhlaq qur’any. Penerang dalam gelap nan pekat, pemilik segala syafaat, pada hari dimana tak ada lagi pertolongan kecuali Allah dan RasulNYA semata, yaitu baginda Nabi agung Muhammad S.a.w
Begitu rapinya Allah mengatur waktu bagi kita, alangkah indahnya hidup ini dalam perhitungan Allah. Setiap hari rutin 24 jam. Sejak terbukanya mata setelah sejenak kita dimatikan diwaktu malam. Masa berlalu begitu cepat, terlalu banyak pula yang ingin kita kejar tanpa disadari, banyak pula yang terabaikan.
Saya, atau mungkin kita, sering terlena dibuai oleh banyaknya tawaran kehidupan yang begitu indah menawan.
Dalam kesombongan saya sebagai manusia, saya sering lalai dan mengabaikan akan datangnya suatu masa. Yaitu masa dimana akan datang ‘tamu’ yang hadirnya tak pernah mengetuk pintu, atau menyampaikan dahulu khabar kedatangannya. Tamu yang tak pernah memilih siapa-siapa dahulu yang akan dikunjunginya. Tamu yang mampu memutus jalan kehidupan yang penuh kerlap-kerlip gemerlap, mendadak gelap, sepi dan mencekam. Tamu yang bisa mengubah tawa ceria menjadi tangis pilu menyayat kalbu Dan tamu itu tak lain adalah malaikat Izroil, yang didelegasikan Allah untuk mengakhiri kontrak hidup kita didunia. Dengan perintah Allah, malaikat maut bisa tamatkan cita-cita manusia yang memiliki sejuta impian yang hebat, menjadi kandas tak berbekas hanya dengan maut. Maut pula yang akan menukar manusia dari dunia indahnya, penuh kawan setia, pembantu dan pegawai yang berdedikasi tinggi padanya, menuju ruang sempit, sunyi, gelap dan menakutkan dan semua meninggalkannya sendiri. Dalam penantian penuh cemas akan datangnya munkar dan nakir menjumpai dan menanyakan seluruh amalan.
Oleh karenanya, sebelum kita terlupa, pada hari yang pasti datangnya, juga tamu yang tak bisa kita tolak kehadirannya yaitu ‘maut’ maka sebelum nyawa berakhir dipenghujung kehidupan, marilah kita perbaiki diri.
- Sekiranya kita merasa diri ini jauh dari Allah, mari kita dekati, karena Allah akan membalasnya dengan berlari andai kita hanya mampu berjalan kearah NYA.
- Sekiranya kita merasa diri ini lalai dari Allah, mari kita mulai ingat, karena dengan mengingatlah hati menjadi tenang dan damai, bila kita selalu dirundung gundah dan gulana.
- Sekiranya diri kita merasa kotor dengan dosa dan kekhilafan, mari kita bertaubat, kita basuh dan sucikan diri dengan amalan-amalan kebaikan.
Jangan biarkan Izroil datang mendahului kita yang baru memiliki keinginan, sementara maut datang lebih awal sebelum kita sempat mewujudkannya. Karena tidak ada pertobatan setelah ajal menjelang, segalanya terputus tak bersisa kecuali 3 perkara yang kita pernah punya, amal/sodaqoh kita, ilmu yang bermanfaat yang diamalkannya serta doa anak sholeh kita.
Barangkali waktu kita tidak banyak, walau kita harus optimis memohon pada sang pemilik jiwa, Allah azza wajalla agar kesempatan kita didunia ini ditambah, usia kita dipanjangkan, sehingga kita bisa mengukirnya dengan pahatan-pahatan amal saleh dan kebaikan.
Kesempatan yang ada ini, mari kita gunakan untuk melakukan upaya penyembuhan manakala hati kita ada yang sakit.
Sebagaimana kita selalu mengupayakan kesembuhan, saat fisik kita mengalamai gangguan penyakit. Kemana pun tempat kita datangi, berapa banyak uang keluar, kita tak peduli, demi obat dan kesembuhan diri. Padahal penyakit fisik hanya memberi efek dan pengaruh pada orang itu saja atau 1 orang saja, atau kalaupun menular hanya pada segelintir orang. Sementara penyakit hati, begitu mudah menular dan menjalar bagai endemi, yang bisa melumpuhkan seluruh sendi-sendi kehidupan, baik keluarga, masyarakat bahkan bangsa. Ketaatan pada Allah ta’ala merupakan satu-satunya tindakan pencegahan, untuk menjaga kesehatan hati kita, insyaallah.
Mari kita persembahkan sisa umur dan hidup kita untuk segala yang terbaik menurut Allah. Sedang untuk itu hanya butuh satu tekad dan sejumlah sikap istiqomah. Sebab intisari dari kedua hal itu akan membuahkan hasil yang terbaik untuk dunia dan akhira..
Kematian adalah sebuah kenyataan yang tak seorangpun bisa mengelaknya atau menghalangi datangnya, serta tak ada cara apapun untuk menghindar dan melewatinya.
Karena dalam firmanNYA dalam surat Al-anbiyaa 34-35 Allah tegas mengatakan :
“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad) maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal ?
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan(yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada KAMI lah kamu dikembalikan”
Tak seorangpun tahu, dimanapun tempat kembalinya yang abadi. Adakah syurga nan elok mempesona atau neraka yang panasnya tak ada perumpamaan yang bisa untuk menyamakannya.
Hidup didunia ini, sangat fana dan sementara, maka tidak semestinya kita pertaruhkan seluruh jiwa raga kita untuk mereguk kesenangannya, sebab pasti segalanya akan berakhir.
Ya Allah,
Yang maha pengampun, kami datang padamu dengan setulus permohonan dan sesungguh-sungguhnya permintaan, kami ingin hidup kami berubah, gantikan segala keburukan menjadi kebaikan dalam pandanganMU.
Ya Allah,
Panjangkan umur kami dengan kemanfaatan, dan jadikan jalan yang kami lalui adalah jalan jihad penuh ridloMU,
Ya Allah, ampuni ibu, bapak kami atas segala dosa-dosa kami dan selamatkan dari panasnya api neraka dan sayangi keduanya, sebagaimana keduanya menyayangi kami disaat kami belia.
Ya Allah, bila tiba saatnya kau sudahi kesempatan kami menatap dunia dan kehidupan, ambilah nyawa kami dengan khusnul khotimah.
Ya Allah,
Terimalah munajat kami, walau kami penuh dosa tak berbilang, namun pada siapa kami meminta ampunan, kecuali kau zat yang maha menerima taubat,
Rabbanaa laa tujigh quluubanaa ba’da id hadaitanaa wahamilnaa min ladunka rahmatan.
Maaf atas segala khilaf, dan terpelesetnya lidah, semata apa yang saya sampaikan adalah sebuah koreksi diri, peringatan diri, semoga langkah kedepan jauh lebih indah dimata ALLAH, amin.
(tulisan ini, disampaikan dalam rangka kajian pada Ramadhan 1429 H, didepan komunitas dimana penulis bekerja)
Al-Faqiir
Z.Trihastuti
1 komentar:
meski isi dan ungkapan bahasanya begitu luhur tak mampu kujangkau, serasa aku sendiri yg sedang tafakkur. Thanks, Zum.
Dindin
Posting Komentar